“Networking is a key” sungguh mencerminkan perjalanan karir salah satu founder Indonesia Business Council (IBC), Suli.
Terlahir dengan darah pebisnis dan aktivis, Suli berhasil membangun organisasi yang mampu menjembatani bisnis antara Indonesia dan Australia.
Lahir di Kota Malang, wanita yang berzodiak Aries ini merupakan anak dari Ayah, seorang pengusaha rokok di Indonesia, dan Ibu yang aktif dalam Woman International Club. Berkat sang Ibu, Suli mendapatkan pendidikan Bahasa Inggris sejak kecil.
Lulus bangku sekolah, Suli pun bertolak ke Sydney untuk studi lanjut dan berhasil menamatkan kuliahnya di University of New South Wales, Australia dengan jurusan Food Technology, dengan gelar Bachelor of Science yang ia raih di tahun 1985.
Layaknya seorang lulusan baru, Suli memiliki keinginan kuat terjun ke dunia kerja. Lantas, Suli berencana dengan ayahnya untuk mengembalikan dirinya pada perusahaan International Flavours and Fragrances (IFF) yang berpusat di New Jersey, Amerika Serikat.
Tak lama bekerja di IFF bagian Food Flavours di New Jersey, Suli memutuskan untuk kembali ke Sydney lantaran tak kuat dengan musim dingin di sana. Dirinya pun kembali ke dunia akademik untuk mengambil gelar MBA di University of New South Wales.
lebih tinggi. Meski begitu, ia hanya baru bisa bekerja di bagian administrasi yang mengelola manajemen di suatu solicitor company.
Merasa kurang berkembang di dunia kerja dan mendapati produk Indonesia masih sedikit di Sydney, Suli memutuskan untuk memulai bisnisnya sendiri di tahun 1990-an, yakni bisnis impor dan ekspor dengan membuat perusahaan yang diberi nama Ozimex (Australia-Indonesia Import Export) Internasional.
Terjun ke Dunia Bisnis
Suli pun mencoba kembali ke dunia kerja sebagai lulusan baru dengan gelar yang
Sampai akhirnya, Suli mengambil alih perusahaan Eastern Cross melalui networking usai dirinya bergabung menjadi anggota Kogoro Trading House yang didirikan oleh Pak Bambang, yaitu sebuah komunitas yang berfokus pada bisnis dan kebudayaan.
Suli mendapatkan kesempatan untuk menjalankan perusahaan perlengkapan makanan Eastern Cross yang juga dimiliki oleh salah satu orang Indonesia pada tahun 1996, karena sang pemilik tidak bisa meneruskannya, dan jadilah bisnis makanan Indonesia itu berkembang hingga sekarang. Keberhasilannya didukung oleh para karyawan yang solid bahkan oleh putri tercinta, Jeshinta, yang saat ini berperan penting di Eastern Cross.
Membangun IBC
Kemudian, karena gejolak ekonomi di bumi pertiwi mulai ramai di tahun 1998, Kogoro menjadi tidak aktif. Oleh sebab itu mendudukan komunitas pebisnis Indonesia di Sydney, Suli dan beberapa mantan anggota Kogoro lainnya memutuskan untuk membentuk IBC di awal tahun 2000.
berisikan orang Indonesia saja, tapi juga mulai memperluas networking dengan bergabungnya pebisnis asal Malaysia dan negara lainnya.
Dibentuknya IBC sebagai organisasi alternatif dari AIBC (Australia-Indonesia Business Council) yang telah dibentuk oleh orang-orang Australia sendiri untuk bekerja sama dengan Indonesia. Namun bedanya, IBC beranggotakan orang-orang Indonesia, sehingga bisa lebih memahami para pebisnis asal Indonesia, terutama dari daerah yang mungkin kurang mahir berbahasa Inggris, tapi ingin mengekspansi bisnisnya ke Australia.
Harapannya, IBC mendapat dukungan penuh dari pemerintah Indonesia dan Australia untuk menjembatani hubungan baik kedua negara.
Semakin berkembang networking, maka siasat era kecanggihan Pak Josep, anggota IBC pun sudah tak lagi
Pemimpin yang Baik bagi Suli
Bagi Suli, hal penting sebagai seorang pemimpin yang baik adalah kita bisa delegating ke orang dan memastikan dia melaksanakan pekerjaannya dengan benar. Tidak semua orang sempurna, jadi kalau ada kesalahan, kita harus bantu cari solusinya, sehingga kita bisa mengajarkan dan mengetahui cara seseorang dalam melakukan pekerjaannya.
“Saya juga banyak belajar leadership dari seminar-seminar bisnis dan kepemimpinan. Kepemimpinan itu dinamis, jadi sampai sekarang pun saya masih terus belajar. Saya suka bilang ke teman-teman saya, tidak usah malu untuk belajar, kecuali saya ini sudah usia 60-an masih mau belajar ngetik,” ujar Suli sambil tersenyum. [IM]